Semangka Pecah di Tengah Jalan: Alegori Persatuan

 


Semangka Pecah di Tengah Jalan: Alegori Persatuan

Di sebuah negeri bernama Buahlandia, semua buah hidup damai berdampingan. Mereka punya pasar sendiri, sekolah buah, rumah sakit buah, bahkan acara TV buah. Tapi, seperti negeri mana pun, ada saja yang bikin masalah: persaingan rasa.

Di Buahlandia, para buah terbagi dua kubu besar: buah manis dan buah asam. Semangka, yang berdaging merah manis, selalu bangga jadi simbol buah manis. Di sisi lain, lemon, jeruk nipis, dan belimbing asam merasa mereka lebih segar, lebih bertenaga, lebih “hidup”.

Hari itu, tanggal 31 Mei, diadakan Festival Buah Bersatu, di Lapangan Kulit Jeruk, pusat kota Buahlandia. Semua buah diundang, dari apel, mangga, stroberi, pepaya, hingga si raja buah durian yang jarang muncul karena baunya terlalu menyengat.

Semangka merasa sangat bangga. Ia membawa tubuh bulatnya yang besar, berkilau, dengan garis-garis hijau tua yang elegan. Di atas punggungnya, ia menempelkan bendera kecil bertuliskan: “Manis itu Persatuan, Asam itu Pecah Belah”.

“Ah, semangka sombong itu datang juga,” bisik lemon pada jeruk nipis.
“Haha, nanti kalau dia pecah di tengah jalan, kita lihat apakah rasa manis bisa menyatukan serpihannya,” cibir belimbing sambil mengedipkan mata.

Sementara itu, di sisi lain, mangga dan pepaya mencoba meredakan suasana. “Ayo, kita kan festival persatuan. Jangan ribut soal rasa,” kata mangga.
“Benar, kita semua berasal dari pohon yang sama,” sambung pepaya bijak. Tapi suara mereka tenggelam di antara sorak-sorai para pendukung masing-masing kubu.

Peristiwa Besar terjadi pukul 15.00, ketika Semangka memimpin pawai bersama buah manis lainnya. Mereka berjalan megah melewati Jalan Pisang Raja, tapi tiba-tiba… BRUK!

Roda kereta hias yang membawa Semangka terperosok lubang jalan. Semangka besar itu terguling, jatuh menghantam aspal, dan pecah berantakan. Daging merahnya tercecer di mana-mana, biji-bijinya beterbangan, air manisnya mengalir membasahi jalan. Semua buah terkejut.

“Hah! Lihat! Pecah!” seru jeruk nipis sambil tertawa.
“Rasa manis nggak bisa menyatukan pecahanmu, kan?” cemooh lemon.
“Pecah ya pecah, tapi masih manis, beda dengan asam yang bikin orang meringis!” balas stroberi panas hati.

Saat suasana makin panas, muncul si tua bijak: Nenek Anggur. Ia berjalan pelan, tongkatnya terbuat dari ranting anggur tua, wajahnya keriput, kulitnya ungu gelap nyaris hitam.
“Diam semua!” suaranya pelan tapi menggema di hati para buah. “Lihat Semangka. Pecah, ya. Tapi apakah rasa manisnya hilang?”

Semua terdiam. Mereka menoleh melihat daging semangka yang basah, bijinya hitam, tapi airnya mengundang semut-semut datang.
“Persatuan bukan soal kulitnya tetap utuh, bukan soal bentuk bulatnya terjaga. Persatuan soal rasa yang tetap sama, meski hancur, meski berubah bentuk.”

Lemon menunduk malu.
Jeruk nipis tak berani menatap mata semangka.
Belimbing mendesah pelan.

Mangga dan pepaya mendekat. Mereka membantu mengumpulkan potongan daging semangka, menyatukannya di atas daun pisang besar. Stroberi ikut membawa gelas kecil untuk menampung air manisnya. Pisang menyumbangkan seratnya untuk membalut pecahan kulitnya. Bahkan durian, yang biasanya malas ikut campur, menyeret dirinya mendekat, mengibaskan duri-durinya agar semangka tak disentuh hewan liar.

Mereka bekerja bersama-sama. Tak peduli rasanya manis atau asam, tak peduli bentuknya besar atau kecil, tak peduli kulitnya keras atau lembut. Semua buah bersatu memulihkan semangka yang jatuh.

Saat matahari mulai tenggelam, festival ditutup dengan doa bersama. Di tengah lapangan, semangka yang sudah pecah disajikan dalam bentuk es buah besar, semua buah mencampurkan potongan diri mereka: mangga, pepaya, stroberi, apel, jeruk, lemon, bahkan potongan kecil durian.

Saat semua mencicipi, mereka terkejut.
“Manis dan asam berpadu… segar!” seru jeruk.
“Duriannya bikin unik!” kata mangga.
“Pisang bikin lembut di lidah,” sambung pepaya.
“Semangka, tanpa kamu pecah, kita nggak akan pernah tahu bahwa rasa kita justru lebih enak saat bersatu,” bisik lemon sambil menepuk sisa kulit semangka yang kini tertawa kecil.




Pesan Pembelajaran untuk Pembaca:

Dari cerita Semangka Pecah di Tengah Jalan, kita belajar bahwa persatuan bukan soal siapa yang lebih kuat, siapa yang lebih utuh, atau siapa yang lebih hebat menjaga diri. Persatuan adalah kemampuan untuk meleburkan perbedaan, menyatukan rasa, dan menciptakan sesuatu yang lebih baik bersama-sama.

Kadang, kita terlalu sibuk membanggakan kubu sendiri — yang manis merasa lebih baik, yang asam merasa lebih kuat. Padahal, kalau masing-masing mau sedikit merendah dan mencicipi campuran bersama, kita akan menemukan rasa baru yang lebih kaya, lebih indah, dan lebih segar.

Setiap perpecahan bisa menjadi peluang untuk persatuan jika kita mau berhenti mencemooh dan mulai membantu. Bahkan saat kita pecah di tengah jalan, yang penting bukan kulit kita yang utuh, tapi hati kita yang tetap setia pada rasa kebaikan.

Ingatlah, kehidupan ini seperti es buah: makin beragam isinya, makin nikmat rasanya. Jangan takut pecah, jangan takut berbeda. Tak ada satu rasa yang bisa menang sendiri; yang ada hanyalah kemenangan bersama.

Selamat bersatu, wahai buah-buah kehidupan! 🌈🍉🍋🍍🍓



Jeffrie Gerry

JeffrieGerry adalah Seorang Pujangga Digital Modern pembuat blog yang menyuguhkan cerita Pendidikan buat anak kecil, satir puisi, doa, parodi, ironi, dan paradoks serta sarkasme dari kejadian-kejadian absurd yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Semua dikemas dengan gaya jenaka, menggelitik, dan penuh humor cerdas, namun tetap membuat pembaca berpikir, "Eh... bener juga ya?" Blog ini murni adalah karya satir yang ditulis untuk hiburan dan renungan ringan. Tidak ada niat untuk: Mendiskreditkan siapa pun, Menghina pihak manapun, Menyudutkan kelompok tertentu, Memprovokasi pembaca Mengajak melawan hukum atau pemerintah Menjatuhkan tokoh, figur publik, atau lembaga apa pun. Apabila ada kesamaan nama, waktu, tempat, atau peristiwa, hal tersebut semata-mata hanyalah kebetulan belaka. Tujuan utama blog ini adalah mengambil sisi positif dari kehidupan, menertawakannya dengan sehat, dan semoga bisa membuatmu tersenyum... bahkan saat hidup sedang nyeleneh. Selamat menikmati absurditas yang menyegarkan di Blog kami..!!!

Post a Comment

🥕🌍📢
Halo, Sobat Sayur dan Pecinta Satir!
Selamat datang di Ladang Satir Wortelkenesia!

📖 Di sini, kami tidak menanam kebosanan.
Kami memanen tawa, ironi, dan pesan kehidupan lewat kisah para sayuran yang cerdas, kadang konyol, dan penuh makna!

💬 Pemilu? Bisa!
🥦 Demokrasi Brokoli? Ada!
🚜 Traktor Otoriter? Tunggu dulu...!

🔎 Temukan cerita-cerita satir penuh sindiran manis (kadang pahit), dan mari kita renungkan bersama:
Apakah suara rakyat benar-benar dari ladang... atau dari knalpot traktor? 🌱

📝 Jangan lupa:
✅ Bagikan ke teman sesama penyuka cerita unik!
✅ Tinggalkan komentar—karena suara kamu penting (lebih dari wortel bersuara tinggi).
✅ Kembali lagi setiap minggu, karena ladang ini terus menumbuhkan cerita baru!

💚 Terima kasih telah mampir. Semoga kisah para sayur ini menumbuhkan senyuman dan pemikiran segar di hatimu.

— Tim Wortelkenesia 🥕

Previous Post Next Post

Contact Form